Koneksitas antara Linguistik dengan Metode Pembelajaran Bahasa

Ibnu khaldun berkata, “Sesungguhnya pengajaran itu merupakan profesi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan kecermatan karena ia sama halnya dengan pelatihan kecakapan yang memerlukan kiat, strategi dan ketelatenan, sehingga menjadi cakap dan professional .”

A. Pendahuluan
Bukanlah suatu hal yang baru bahwa salah satu komponen kegiatan belajar mengajar yang harus dikuasai oleh pendidik/guru adalah kemampuan menggunakan metode mengajar dengan baik dan tepat sehingga dapat mengkomunikasikan bahan pelajaran guna terciptanya proses belajar mengajar yang efektif.
Perlu kita ketahui bahwa seiring dengan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka semakin kompleks pula bahan pelajaran yang harus disampaikan kepada siswa.
Jelas dalam hal ini guru pun dituntut untuk dapat memilih secara selektif metode mana yang dapat digunakan dan sesuai tujuan, bahan (materi), alat bantu dan evaluasi yang telah ditetapkan.
Dalam pengajaran bahasa pun tidak terlepas dari hal-hal yang telah disebutkan di atas. Ketika seorang guru bahasa mengajarkan tentang bahasa itu sendiri, baik bahasa yang biasa digunakan (bahasa sehari-hari) ataupun bahasa asing maka diperlukan sebuah ilmu bantu guna menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Kemudian salah satu ilmu yang paling terkait dengan pengajaran bahasa adalah linguistik.

B. Pembahasan
a. Pengertian Linguistik
Kata linguistic (linguistics-Inggris) berasal dari bahasa Latin “lingua” yang berarti bahasa. Dalam bahasa Perancis “langage-langue”; Italia “lingua”; Spanyol “lengua” dan Inggris “language”. Akhiran “ics” bahasa linguistics berfungsi untuk menunjukkan nama sebuah ilmu, yang berarti ilmu tentang bahasa, sebagaimana istilah economics, physics dan lain-lain.
Menurut Pringgodigdo dan Hasan Shadili, sebagaimana dikutip oleh Mansoer Pateda, “linguistic adalah penelaahan bahasa secara ilmu pengetahuan”. Sedangkan AS Hornby membagi kata linguidtics ke dalam dua kategori, sebagai kata sifat dan kata benda. Linguistics sebagai kata sifat berarti “the study of language and languages”. Sedangkan linguistics sebagai kata benda, berarti “the science of language; methods of learning and studying languages”. Dengan demikian,linguistik menurut AS Hornby berarti ilmu bahasa atau metode mempelajari bahasa.
b. Objek Linguistik
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa objek kajian linguistik tidak lain adalah bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi sebagai sistim komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya. Ini berarti bahasa lisan (spoken language) sebagai obyek primer linguistik, sedangkan bahasa tulisan (written language) sebagai obyek sekunder linguistik, karena bahasa tulisan dapat dikatakan sebagai “turunan” bahasa lisan.
Sementara itu, Ferdinand De Saussure (1857-1913), -seorang ahli linguistik kebangsaan Swiss yang dianggap sebagai bapak linguistik modern- menegaskan bahwa objek linguistik mencakup:
a. Langage (Inggris; Linguistic disposition) adalah bahasa pada umumnya
b. Langue (Inggris; language) berarti bahasa tertentu seperti bahasa Inggris
c. Parole (Inggris; speech) berarti logat, ucapan atau tuturan.
Sebenarnya ada beberapa ilmu yang berhubungan dengan bahasa sebagai objek kajiannya, antara lain:
a. Ilmu tentang bahasa atau ilmu-ilmu tentang aspek-aspek bahasa; dan dalam hal ini bahasa digunakan dalam arti harfiyah. Inilah yang disebut pure linguistik atau linguistik murni.
b. Ilmu-ilmu tentang bahasa; dan dalam hal ini, istilah bahasa digunakan dalam arti metaforis atau kiasan. Contoh ilmu yang termasuk kategori ini adalah kinesik dan paralinguistik .
c. Ilmu-ilmu yang salah satu dasarnya adalah bahasa. Contohnya adalah fonetik, etnolinguistik, psikolinguistik dan sosiolinguistik .
d. Ilmu tentang pendapat-pendapat mengenai bahasa. Contohnya metalinguistik, yakni ilmu yang membicarakan seluk beluk “bahasa” yang dipakai untuk menerangkan bahasa yang tercermin dalam istilah studi teori linguistik, studi metode linguistik dan lain-lain.
e. Ilmu-ilmu mengenai ilmu bahasa. Yang termasuk kategori ini adalah studi-studi yang mengkhususkan dirinya pada ilmu linguistik itu sendiri, sperti studi tentang sejarah perjalanan ilmu linguistik, studi linguistik pada abad ke dua puluh dan lain-lain.
Dari kelima jenis ilmu tersebut di atas, maka hanya nomor (a) saja yang bisa disebut sebagai ilmu linguistik yang murni karena objeknya bahasa yang benar-benar bahasa, sedangkan objek keempat ilmu lainnya bukanlah bahasa dalam pengertian sehari-hari. Bahasa yang menjadi objek linguistik dipelajari dari berbagai aspeknya atau tatarannya. Tataran bahasa itu meliputi aspek bunyi, morfem dan kata, frase dan kalimat serta aspek makna. Cabang linguistik yang mempelajari aspek bunyi bahasa adalah fonologi. Tataran morfem atau kata dipelajari dalam morfologi. Tataran frase/kalimat dibahas dalam sintaksis. Sedangkan aspek makna bahasa dipelajari dalam ilmu tersendiri yang disebut semantik. Dungan demikian, dapat disimpulkan bahwa cabang-cabang linguistik ditinjau dari tatarannya terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.
Sebagian orang menganggap bahasa mencakup semua sarana yang bisa digunakan sebagai alat komunikasi seperti tulisan, isyarat, gerakan tangan dan bibir yang digunakan oleh kelompok orang tuli dan bisu dan lain-lain. Oleh karena itu perlu ada definisi yang jelas mengenai bahasa yang menjadi objek kajian linguistik. Dalam ilmu linguistik bahasa juga diartikan sebagai alat komuniasi yang dengannya pesan dapat tersampaikan. Namun demikian, ada perbedaan antara bahasa dengan alat komunikasi yang lain berkaitan dengan medianya .
Namun demikian, ketika kita bicara tentang studi bahasa, hal ini jangan disalahfahami dengan studi tentang bahasa tertentu sebagaimana kita kenal dalam perkataan sehari-hari. Sebagai contoh, studi bahasa Inggris atau bahasa Arab yang dilakukan oleh mahasiswa di perguruan tinggi tidak bisa disebut sebagai linguistik.
Istilah “linguis” tidak diperuntukkan secara umum bagi siapapun yang mengetahui dan menguasai berbagai bahasa. Istilah yang tepat untuk mereka adalah “poliglot”. Sedangkan seorang “linguis” adalah seseorang yang ahli dalam menganalisis bahasa-bahasa, karena pekerjaan utamanya adalah menaganalisis unit-unit penanda bahasa. Seorang linguis juga bisa disebut sebagai “theorist about language” atau teoritisi bahasa karena ia mempelajari apa itu bahasa, bagaimana bahasa itu bekerja dan bagaimana bahasa dipelajari dan digunakan dalam masyarakat.
Linguistik menggunakan metode ilmiah seperti metode induktif dan deduktif dalam meneliti bahasa. Metode induktif digunakan dalam menyusun generalisasi dari hasil penelitian yang diambil dari observasi-observasi yang mendalam. Sedangkan metode deduktif digunakan pada saat seorang linguis ingin menguji validitas atas teori atau hukum yang telah mapan sebelum ia melakukan penelitian.
Salah satu ciri ilmu adalah bahwa ilmu itu tidak bersifat statis tetapi dinamis. Kedinamisan linguistik ditandai dengan keterbukaannya terhadap perubahan terutama jika ada data tambahan atau penemuan baru yang menolak teori-teori sebelumnya. Linguistik adalah ilmu yang selalu tumbuh dan berkembang serta senantiasa memperhatikan temuan-temuan baru. Ini berarti mereka yang menyebut dirinya seorang linguis harus bersikap terbuka dan senantiasa menerima kebenaran-kebenaran baru dari hasil penelitian kebahasaan yang ada .

LINGUISTIK DAN PEMBELAJARAN BAHASA
Mempelajari linguistik bagi calon guru bahasa akan membantu dalam melaksanakan tugas-tugasnya kelak. Beberapa manfaat yang bisa diambil antara lain:
a. Linguistik –termasuk juga psikolinguistik dan sosiolinguistik- membekali guru tentang teori-teori seputar hakikat bahasa, proses berbahasa, pemerolehan bahasa, penggunaan bahasa secara aktual dalam komunikasi sehari-hari dan lain-lain yang bisa dijadikan asumsi dasar atau panduan dalam menentukan pendekatan, metode dan teknik pembelajaran bahasa termasuk di dalamnya adalah pengorganisasian materi.
b. Linguistik membekali guru dengan kemampuan untuk menganalisis aspek-aspek bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik) yang berguna dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan hambatan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran bahasa.
c. Pada dasarnya metodologi pengajaran bahasa adalah cabang linguistik terapan yang menitikberatkan perhatiannya pada kemungkinan teori-teori linguistik dipakai, dimanfaatkan atau dipraktekkan dalam proses pembelajarn bahasa. Dalam bahasa Jos Daniel Parera, ada istilah yang disebut “linguistik edukasional” yang diartikan sebagai suatu cabang linguistik terapan yang khusus menganalisis, menerangkan dan menjelaskan tentang praktek pelaksanaan pengajaran bahasa yang berlandaskan teori-teori kebahasaan.
d. Idealnya, seorang guru bahasa (asing) adalah juga seorang linguis atau praktisi/penerap linguistik yang menguasai dengan baik bahasa siswa maupun bahasa asing yang diajarkannya dalam semua aspeknya.
Perkembangan ilmu linguistik yang begitu cepat membawa perubahan-perubahan mendasar yang berkenaan dengan pengajaran bahasa. Ini berarti linguistik sangat berperan dalam memberikan arahan tentang berbagai metode pengajaran bahasa.
Mengenai kaitan linguistik dan pengajaran bahasa, Soenardji menjelaskan sebagai berikut: Analisis ilmiah atas berbagai gejala yang terumuskan menjadi kaidah fonologik, morfologik dan sintaktis diproses menjadi bahan ajar dalam pengajaran bahasa. Hasil pembahasan akademik dan hasil penelitian yang punya bobot teoritik kebahasaan ditransfer menjadi dalil-dalil pemandu pemakaian bahasa yang baik dan benar melalui kegiatan pendidikan bahasa. Kalau kita umpamakan linguistik dan pengajaran sebagai dua kutub, maka antara dua kutub itu perlu adanya penyambung yang dapat melayani keduanya dengan sebaik-baiknya. Sarana pelayanan itu adalah suatu disiplin baru yang disebut linguistik terapan. Bagi kepentingan pengajaran bahasa linguistik terapan tersebut memusatkan perhatiannya pada:
1. Butir-butir teoritik yang mempunyai keabsahan kuat dalam linguistik, dan
2. Pelbagai kemungkinan dan alternatif untuk memandu pelaksanaan pengajaran bahasa. Kemungkinan dan alternatif itu diupayakan agar seiring dan sejalan dengan butir teoritik dalam linguistik.
Secara lebih transparan, Ramelan menjelaskan tentang kegunaan linguistik terhadap pengajaran bahasa, antara lain:
1. Memberi pijakan tentang prinsip-prinsip pengajaran bahasa asing, termasuk didalamnya pendekatan, metode dan teknik.
2. Memberi arahan atau pijakan mengenai isi/materi bahasa yang akan diajarkan yang didasarkan pada diskripsi bahasa yang mendetail, termasuk cara mempresentasikan.
Selanjutnya Ramelan menyatakan, jika para linguis struktural percaya akan sumbangan linguistik terhadap pengajaran bahasa, maka linguis transformsional tidak pernah mengklaim demikian. Menurut yang terakhir, linguistik adalah suatu ilmu yang otonom, yang mencoba mempelajari bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan manusia tanpa mempertimbangkan kemungkinan teori mereka tentang bahasa dapat diterapkan pada pengajaran bahasa. Ini mungkin tidak dapat dilepaskan dari sikap Chomsky sendiri (tokoh transformasional), bahkan dia pernah menyatakan dalam suatu konferensi guru-guru bahasa, bahwa seorang linguis tidak pernah bermaksud menyibukkan dirinya dalam persoalan-persoalan pengajaran bahasa (linguists never intended to address themselves to thee problem of teaching a language).
Meskipun demikian, banyak penganut tranformasional yang percaya bahwa aspek kreatif bahasa yang ada pada diri seseorang (salah satu tinjauan aliran ini) dapat diterapkan pada pengajaran bahasa, misalnya dengan melatih siswa untuk menciptakan dan menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa yang sedang mereka pelajari.
Sementara kesepakatan linguis struktural tentang peranan linguistik terhadap pengajaran bahasa, juga tidak terlepas dari sikap Bloomfield. Disamping dia seorang linguis, dia juga seorang yang ahli di bidang pengajaran bahasa. Hal ini ditunjukkan dari perhatiannya yang besar terhadap pengajaran bahasa-bahasa modern. Bahkan dia sangat mengkritik penggunaan metode tata bahasa terjemahan (grammar-translation method). Menurutnya tujuan utama pengajaran bahasa asing harus didasarkan pada penguasaan oral bahasa tersebut. Dari sini lahir suatu pendekatan yang terkenal dengan “Oral-Aural Approach”.
Terkait dengan jurusan (Pendidikan Bahasa Arab) yang sedang kita tempuh, maka disini penulis mencoba menyajikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengajaran bahasa Arab.

Prinsip-prinsip pengajaran Bahasa Arab (asing)
Ada tiga prinsip dasar dalam pengajaran bahasa Arab (asing), yaitu:
1. Prinsip Prioritas
Dalam pembelajaran Bahasa Arab, ada prinsip-prinsip prioritas dalam penyampaian materi pengajaran, yaitu;
a. Mendengar dan berbicara terlebih dahulu daripada menulis . Ada beberapa teknik melatih pendengaran/telinga,yaitu:
i. Guru bahasa asing (Arab) hendaknya mengucapkan kata-kata yang beragam, baik dalam bentuk huruf maupun dalam kata. Sementara peserta didik menirukannya di dalam hati secara kolektif.
ii. Guru bahasa asing kemudian melanjutkan materinya tentang bunyi huruf yang hampir sama sifatnya. Misalnya: ه – ح, ء – ع س– ش, ز – ذ , dan seterusnya.
iii. Selanjutnya materi diteruskan dengan tata bunyi yang tidak terdapat di dalam bahasa ibu (dalam hal ini bahasa indonesia, -edt) peserta didik, seperti: خ, ذ, ث, ص, ض dan seterusnya.
Adapun dalam pengajaran pengucapan dan peniruan dapat menempuh langkah-langkah berikut.
i. Peserta didik dilatih untuk melafalkan huruf-huruf tunggal yang paling mudah dan tidak asing, kemudian dilatih dengan huruf-huruf dengan tanda panjang dan kemudian dilatih dengan lebih cepat dan seterusnya dilatih dengan melafalkan kata-kata dan kalimat dengan cepat. Misalnya : بى, ب, با, بو dan seterusnya.
ii. Mendorong peserta didik ketika proses pengajaran menyimak dan melafalkan huruf atau kata-kata untuk menirukan intonasi, cara berhenti, maupun panjang pendeknya.
b. Mengajarkan kalimat sebelum mengajarkan bahasa
Dalam mengajarkan struktur kalimat, sebaiknya mendahulukan mengajarkan struktur kalimat/nahwu, baru kemudian masalah struktur kata/sharaf. Dalam mengajarkan kalimat/jumlah sebaiknya seorang guru memberikan hafalan teks/bacaan yang mengandung kalimat sederhana dan susunannya benar.
Oleh karena itu, sebaiknya seorang guru bahasa Arab dapat memilih kalimat yang isinya mudah dimengerti oleh peserta didik dan mengandung kalimat inti saja, bukan kalimat yang panjang (jika kalimatnya panjang hendaknya di penggal – penggal). Contoh: اشتريت سيارة صغيرة بيضاء Kemudian dipenggal – penggal menjadi : اشتريت سيارة اشتريت سيارة صغيرة اشتريت سيارة صغيرة بيضاء.
2. Prinsip korektisitas (الدقة)
Prinsip ini diterapkan ketika sedang mengajarkan materi الأصوات (fonetik), التراكب (sintaksis), dan المعانى (semiotic). Maksud dari prinsip ini adalah seorang guru bahasa Arab hendaknya jangan hanya bisa menyalahkan pada peserta didik, tetapi ia juga harus mampu melakukan pembetulan dan membiasakan pada peserta didik untuk kritis pada hal-hal berikut: Pertama, korektisitas dalam pengajaran (fonetik). Kedua, korektisitas dalam pengajaran (sintaksis). Ketiga, korektisitas dalam pengajaran (semiotic).
a. Korektisitas dalam pengajaran fonetik Pengajaran aspek keterampilan ini melalui latihan pendengaran dan ucapan. Jika peserta didik masih sering melafalkan bahasa ibu, maka guru harus menekankan latihan melafalkan dan menyimak bunyi huruf Arab yang sebenarnya secara terus-menerus dan fokus pada kesalahan peserta didik.
b. Korektisitas dalam pengajaran sintaksis Perlu diketahui bahwa struktur kalimat dalam bahasa satu dengan yang lainnya pada umumnya terdapat banyak perbedaan. Korektisitas ditekankan pada pengaruh struktur bahasa ibu terhadap Bahasa Arab. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kalimat akan selalu diawali dengan kata benda (subyek), tetapi dalam bahasa Arab kalimat bisa diawali dengan kata kerja ( فعل ).
c. Korektisitas dalam pengajaran semiotik Dalam bahasa Indonesia pada umumnya setiap kata dasar mempunyai satu makna ketika sudah dimasukan dalam satu kalimat. Tetapi, dalam bahasa Arab, hampir semua kata mempunyai arti lebih dari satu, yang lebih dikenal dengan istilah mustarak (satu kata banyak arti) dan mutaradif (berbeda kata sama arti). Oleh karena itu, guru bahasa Arab harus menaruh perhatian yang besar terhadap masalah tersebut. Ia harus mampu memberikan solusi yang tepat dalam mengajarkan makna dari sebuah ungkapan karena kejelasan petunjuk.
3. Prinsip Berjenjang ( التدرج)
Jika dilihat dari sifatnya, ada 3 kategori prinsip berjenjang, yaitu: pertama, pergeseran dari yang konkrit ke yang abstrak, dari yang global ke yang detail, dari yang sudah diketahui ke yang belum diketahui. Kedua, ada kesinambungan antara apa yang telah diberikan sebelumnya dengan apa yang akan ia ajarkan selanjutnya. Ketiga, ada peningkatan bobot pengajaran terdahulu dengan yang selanjutnya, baik jumlah jam maupun materinya.
a. Jenjang Pengajaran mufrodat Pengajaran kosa kata hendaknya mempertimbangkan dari aspek penggunaannya bagi peserta didik, yaitu diawali dengan memberikan materi kosa kata yang banyak digunakan dalam keseharian dan berupa kata dasar. Selanjutnya memberikan materi kata sambung. Hal ini dilakukan agar peserta didik dapat menyusun kalimat sempurna sehingga terus bertambah dan berkembang kemampuannya.
b. Jenjang Pengajaran Qowaid (Morfem) Dalam pengajaran Qowaid, baik Qowaid Nahwu maupun Qowaid Sharaf juga harus mempertimbangkan kegunaannya dalam percakapan/keseharian. Dalam pengajaran Qawaid Nahwu misalnya, harus diawali dengan materi tentang kalimat sempurna (Jumlah Mufiidah), namun rincian materi penyajian harus dengan cara mengajarkan tentang isim, fi’il, dan huruf.
c. Tahapan pengajaran makna ( دلالة المعانى) Dalam mengajarkan makna kalimat atau kata-kata, seorang guru bahasa Arab hendaknya memulainya dengan memilih kata-kata/kalimat yang paling banyak digunakan/ditemui dalam keseharian meraka. Selanjutnya makna kalimat lugas sebelum makna kalimat yang mengandung arti idiomatic. Dilihat dari teknik materi pengajaran bahasa Arab, tahapan-tahapannya dapat dibedakan sebagai berikut: pertama, pelatihan melalui pendengaran sebelum melalui penglihatan. Kedua, pelatihan lisan/pelafalan sebelum membaca. Ketiga, penugasan kolektif sebelum individu. Langkah-langkah aplikasi ( الصلابة والمتا نة) Ada delapan langkah yang diperlukan agar teknik diatas berhasil dan dapat terlaksana, yaitu:
i. Memberikan contoh-contoh sebelum memberikan kaidah gramatika, karena contoh yang baik akan menjelaskan gramatika secara mendalam daripada gramatika saja.
ii. Jangan memberikan contoh hanya satu kalimat saja, tetapi harus terdiri dari beberapa contoh dengan perbedaan dan persamaan teks untuk dijadikan analisa perbandingan bagi peserta didik.
iii. Mulailah contoh-contoh dengan sesuatu yang ada di dalam ruangan kelas/media yang telah ada dan memungkinkan menggunakannya.
iv. Mulailah contoh-contoh tersebut dengan menggunakan kata kerja yang bisa secara langsung dengan menggunakan gerakan anggota tubuh.
v. Ketika mengajarkan kata sifat hendaknya menyebutkan kata-kata yang paling banyak digunakan dan lengkap dengan pasangannya. Misalnya hitam-putih, bundar-persegi.
vi. Ketika mengajarkan huruf jar dan maknanya, sebaiknya dipilih huruf jar yang paling banyak digunakan dan dimasukkan langsung ke dalam kalimat yang paling sederhana. Contoh Jumlah ismiyyah: الكتاب في الصندوق, Contoh jumlah fi’iliyah : خرج الطاب من الفصل
vii. Hendaknya tidak memberikan contoh-contoh yang membuat peserta didik harus meraba-raba karena tidak sesuai dengan kondisi pikiran mereka.
viii. Peserta didik diberikan motivasi yang cukup untuk berekspresi melalui tulisan, lisan bahkan mungkin ekspresi wajah, agar meraka merasa terlibat langsung dengan proses pengajaran yang berlangsung .

Metode Pengajaran Bahasa Arab
Penerapan metode pengajaran tidak akan berjalan dengan efektif dan efisien sebagai media pengantar materi pengajaran bila penerapannya tanpa didasari dengan pengetahuan yang memadai tentang metode itu. Sehingga metode bisa saja akan menjadi penghambat jalannya proses pengajaran, bukan komponen yang menunjang pencapaian tujuan, jika tidak tepat aplikasinya. Oleh karena itu, penting sekali untuk memahami dengan baik dan benar tentang karakteristik suatu metode. Secara sederhana, metode pengajaran bahasa Arab dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
a. metode tradisional/klasikal. Metode pengajaran bahasa Arab tradisional adalah metode pengajaran bahasa Arab yang terfokus pada “bahasa sebagai budaya ilmu” sehingga belajar bahasa Arab berarti belajar secara mendalam tentang seluk-beluk ilmu bahasa Arab, baik aspek gramatika/sintaksis (Qowaid nahwu), morfem/morfologi (Qowaid as-sharf) ataupun sastra (adab). Metode yang berkembang dan masyhur digunakan untuk tujuan tersebut adalah Metode qowaid dan tarjamah. Metode tersebut mampu bertahan beberapa abad, bahkan sampai sekarang pesantren-pesantren di Indonesia, khususnya pesantren salafiah masih menerapkan metode tersebut. Hal ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: Pertama, tujuan pengajaran bahasa arab tampaknya pada aspek budaya/ilmu, terutama nahwu dan ilmu sharaf. Kedua kemampuan ilmu nahwu dianggap sebagai syarat mutlak sebagai alat untuk memahami teks/kata bahasa Arab klasik yang tidak memakai harakat, dan tanda baca lainnya. Ketiga, bidang tersebut merupakan tradisi turun temurun, sehingga kemampuan di bidang itu memberikan “rasa percaya diri (gengsi) tersendiri di kalangan mereka”.
b. Metode pengajaran bahasa Arab modern adalah metode pengajaran yang berorientasi pada tujuan bahasa sebagai alat. Artinya, bahasa Arab dipandang sebagai alat komunikasi dalam kehidupan modern, sehingga inti belajar bahasa Arab adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa tersebut secara aktif dan mampu memahami ucapan/ungkapan dalam bahasa Arab. Metode yang lazim digunakan dalam pengajarannya adalah metode langsung (tariiqah al – mubasysyarah). Munculnya metode ini didasari pada asumsi bahwa bahasa adalah sesuatu yang hidup, oleh karena itu harus dikomunikasikan dan dilatih terus sebagaimana anak kecil belajar bahasa. Penjelasan:
1. Metode Qowa’id dan tarjamah (Tariiqatul al Qowaid Wa Tarjamah)
Penerapan metode ini lebih cocok jika tujuan pengajaran bahasa Arab adalah sebagai kebudayaan, yaitu untuk mengetahui nilai sastra yang tinggi dan untuk memiliki kemampuan kognitif yang terlatih dalam menghafal teks-teks serta memahami apa yang terkandung di dalam tulisan-tulisan atau buku-buku teks, terutama buku Arab klasik. Ciri metode ini adalah:
 Peserta didik diajarkan membaca secara detail dan mendalam tentang teks-teks atau naskah pemikiran yang ditulis oleh para tokoh dan pakar dalam berbagai bidang ilmu pada masa lalu baik berupa sya’ir, naskah (prosa), kata mutiara (alhikam), maupun kiasan-kiasan (amtsal).
 Penghayatan yang mendalam dan rinci terhadap bacaan sehingga peserta didik memiliki perasaan koneksitas terhadap nilai sastra yang terkandung di dalam bacaan. (bahasa Arab – bahasa ibu).
 Menitikberatkan perhatian pada kaidah gramatika (Qowa’id Nahwu/Sharaf) untuk menghafal dan memahami isi bacaan.
 Memberikan perhatian besar terhadap kata-kata kunci dalam menerjemah, seperti bentuk kata kiasan, sinonim, dan meminta peserta didik menganalisis dengan kaidah gramatikal yang sudah diajarkannya (mampu menerjemah bahasa ibu ke dalam Bahasa Arab)
 Peserta tidak diajarkan menulis karangan dengan gaya bahasa yang serupa / mirip, dengan gaya bahasa yang dipakai para pakar seperti pada bacaan yang telah dipelajarinya, terutama mengenai penggunaan model gaya bahasa, al – itnab at Tasbi’ al Istiarah yang merupakan tren / gaya bahasa masa klasik. Aplikasi Metode Qowa’id dan tarjamah dalam proses pembelajaran;
a. Guru mulai mendengarkan sederetan kalimat yang panjang yang telah dibebankan kepada peserta didik untuk menghafalkan pada kesempatan sebelumnya dan telah dijelaskan juga tentang makna dari kalimat-kalimat itu.
b. Guru memberikan kosa kata baru dan menjelaskan maknanya ke dalam bahasa local/bahasa ibu sebagai persiapan materi pengajaran baru.
c. Selanjutnya guru meminta salah satu peserta didik untuk membaca buku bacaan dengan suara yang kuat (Qiroah jahriah) terutama menyangkut hal-hal yang biasanya peserta didik mengalami kesalahan dan kesulitan dan tugas guru kemudian adalah membenarkan.
d. Kegiatan membaca teks ini diteruskan hingga sekuruh peserta didik mendapat giliran. e.Setelah itu siswa yang dianggap paling bisa untuk menterjemahkan, kemudian selanjutnya diarahkan pada pemahaman struktur gramatikanya12.
2. Metode langsung (al Thariiqatu al Mubaasyarah)
Penekanan pada metode ini adalah pada latihan percakapan terus-menerus antara guru dan peserta didik dengan menggunakan bahasa Arab tanpa sedikitpun menggunakan bahasa ibu, baik dalam menjelaskan makna kosa kata maupun menerjemah, (dalam hal ini dibutuhkan sebuah media). Perlu menjadi bahan revisi disini adalah bahwa dalam metode langsung, bahasa Arab menjadi bahasa pengantar dalam pengajaran dengan menekankan pada aspek penuturan yang benar ( al – Nutqu al – Shahiih), oleh karena itu dalam aplikasinya, metode ini memerlukan hal-hal berikut;
a. Materi pengajaran pada tahap awal berupa latihan oral (syafawiyah)
b. Materi dilanjutkan dengan latihan menuturkan kata-kata sederhana, baik kata benda ( isim) atau kata kerja ( fi’il) yang sering didengar oleh peserta didik.
c. Materi dilanjutkan dengan latihan penuturan kalimat sederhana dengan menggunakan kalimat yang merupakan aktifitas peserta didik sehari-hari.
d. Peserta didik diberikan kesempatan untuk berlatih dengan cara Tanya jawab dengan guru/sesamanya.
e. Materi Qiro’ah harus disertai diskusi dengan bahasa Arab, baik dalam menjelaskan makna yang terkandung di dalam bahan bacaan ataupun jabatan setiap kata dalam kalimat.
f. Materi gramatika diajarkan di sela-sela pengajaran,namun tidak secara mendetail.
g. Materi menulis diajarkan dengan latihan menulis kalimat sederhana yang telah dikenal/diajarkan pada peserta didik.
h. Selama proses pengajaran hendaknya dibantu dengan alat peraga/media yang memadai.

C. Penutup
Sebagai penutup, bahwa alur makalah ini lebih menekankan tentang pentingnya: Seorang guru (pendidik) bahasa adalah juga seorang Linguis atau Praktisi atau penerap Linguis yang menguasai dengan baik bahasa siswa maupun bahasa asing yang diajarkannya dalam semua aspeknya, dan memahami prinsip – prinsip dasar pengajaran bahasa Arab diatas sebagai bahasa asing dengan menggunakan metode yang memudahkan peserta didik dan tidak banyak memaksakan peserta didik ke arah kemandegan berbahasa. Adapun bagi seorang siswa, bahwasanya belajar bahasa apapun, semuanya membutuhkan proses, banyak latihan dan banyak mencoba.

Daftar Pustaka

Soeparno, Dasar-dasar Linguistik Umum, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2002
http://tarbiyah.uin-suka.ac /file-kuliah/linguistik.doc
http://arabicforall//com.
Munir Dkk, Rekonstruksi dan Modernisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2006)

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Strategi Penilaian Pengembangan Kurikulum Pembelajaran Bahasa Arab

I. PENDAHULUAN
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum setelah komponen kurikulum yang meliputi tujuan, materi, strategi pembelajaran dan media. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh pemegang kebijaksanaan pendidikan dan pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan system pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunkanan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh para guru-guru, kepala sekolah, dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian dan fasilitas pendidikan lainnya.
Dalam makalah ini, kami akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan penilaian sebagai salah satu aspek evaluasi.

II. RUMUSAN MASALAH
a] Apa yang membedakan antara evaluasi dengan penilaian?
b] Bagaimana tujuan yang terkandung dalam strategi menilai?
c] Bagaimana prinsip penilaian dalam pengembangan kurikulum?
d] Bagaimana bentuk strategi menilai dalam mengembangkan pembelajaran bahasa Arab?

III. PEMBAHASAN
A Evaluasi dan Penilaian
Secara garis besar, penilaian (assessment) dapat diartikan sebagai proses penentukan keadaan di mana tujuan dapat dicapai. Secara sederhana penilaian adalah proses menentukan nilai, sifatnya kualitatif ( misalnya lulus, tidak lulus; terpuji, memuaskan, cukup; atau A, B, C, D, dll). Sedangkan evaluasi (evaluation) adalah kegiatan yang dirancang untuk mengukur keefektifan suatu sistem pendidikan secara keseluruhan, termasuk kurikulum, assessment, pelaksanaannya, pengelolaannya, Dan lain-lain. Maka evaluasi lebih luas ruang lingkupnya daripada penilaian (assessment) .Evaluasi dapat dilakukan baik melalui pengukuran maupun tanpa pengukuran, karena pengukuran hanyalah bagian dari evaluasi.
Beberapa penjelasan yang dapat kita fahami untuk membedakan makna dari istilah evaluasi dan penilaian, di antaranya, sebagaimana pendapat Wand dan Brown dalam bukunya Zainal Arifin mengemukakan evaluasi adalah”…refer to theact or process to determining.” Dengan kata lain evaluasi adalah proses mengumpulkan data untuk mengambil keputusan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan nilai (value judgement). Diantara pertimbangan yang digunakan dalam mengambil keputusan adalah:
a. Patokan yang telah ditentukan
b. Criteria
Data-data yang dikumpulkan dalam evaluasi ada dua macam yaitu dapat berupa angka-angka dan non angka. Data yang berupa angka dikumpulkan dengan suatu proses yang disebut pengukuran (measurement), data yang non angka dikumpulkan dengan suatu proses yang disebut non pengukuran .
B Tujuan Penilaian
Secara garis besar tujuan penilaian :
1. Keeping track (penelusuran):suatu penelusuran agar anak didik tetap sesuai dengan rencana
2. Checking-up (pengecekan): penilaian yang bertujuan untuk mengetahui ada dan tidaknya kelemahan-kelemahan yang di alami anak didik dalam pembelajaran
3. Finding-out (pencarian) :mencari dan menemukan hal0hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran
4. Summing –up (penyimpulan):menyimpulkan tingkat penguasaan kemampuan anak didik pada kompetensi yang diterapkan
Sedangkan tujuan-tujuan penilaian pendidikan meliputi:
a. Mendeskripsikan kecakapan belajar para peserta didik sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya
b. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pembelajaran disekolah
c. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian
d. Memberikan pertanggung jawaban dari pihak sekolah kapada pemangku kepentingan
e. Untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik
f. Untuk memantau kemajuan dan mendiaknosis kesulitan belajar.

C Fungsi Penilaian
a. Quality Control (kualifikasi/standar kompetensi minimal)
b. Motivator (kondisi memaksa, penekanan)
c. Public Accountability (info. ke publik, orang tua, stakholder)
d. Selection (penjuru., seleksi, penempat, perkemb. kompetensi)
e. Diagnostic (kelemahan, perbaikan, umpanbalik)
f. Legitimation (pengakuan, sertifikasi, lisensi)

D Prinsip Penilaian
Prinsip-prinsip penilaian pembelajaran yaitu:
a. Sahih,penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan yang di ukur
b. Objektif,penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas
c. Adil, penilaian tidak didasari dengan kebutuhan khusus
d. Terpadu, penilaianmerupakan salah satu komponen kegiatan pembelajaran
e. Terbuka, prosedur, kriteria penilaian serta dasar pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan
f. Menyeluruh dan berkesinambungan, penilaian mencakup semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai tehnik penilaian
g. Sistematis, penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku
h. Akuntabel, penilaian dapat dipertanggung jawabkan baik dari teknik,prosedur, maupun hasilnya.

E Strategi Pengembangan Penilaian Kurikulum Pembelajaran Bahasa Arab
1. Proses Penilaian
Sebelum menghasilkan sebuah nilai (penilaian), maka sebelumnya ada sebuah proses evaluasi yang mana telah dijelaskan sebelumnya bahwa evaluasi merupakan hal yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan melalui bagan di bawah ini.

Dalam pembelajaran Bahasa Arab terdapat empat kompetensi dasar yang ingin dicapai pada peserta didik yaitu membaca (qiro’ah), menulis (kitabah), mendengarkan (istima’) dan mengungkapkan (ta’bir).
Di antara strategi (teknik) penilaian ada beberapa macam tergantung kompetensi yang di ukur, seperti:
NO Teknik Penilaian Kompetensi yang Diukur
1. Penilaian kinerja Berbicara
2. Penilaian tertulis Memahami
3. Penilaian Proyek Menerapkan
4. Penilaian produk Menulis cerita pendek
5. Penilaian Porto folio Menulis
6. Penilaian diri Memecahkan masalah
Sehingga dapat ditarik sebuah pemahaman jika dalam pembelajaran bahasa arab membidik empat kompetensi dasar, maka bisa dikembangkan dengan teknik penilaian kinerja(untuk ta’bir) penilaian tertulis(untuk istima’) penilaian portofolio(untuk kitabah) penilaian proyek(untuk qiroah)

IV. KESIMPULAN
Strategi penilaian dalam pengembangan kurikulum pembelajaran merupakan sesuatu yang urgent, adapun mengenai perbedaan maupun persamaan istilah evaluasi dan penilaian tidak perlu diperdebatkan karena perbedaannya hanya pada konteks pemakaian. dalam Strategi penilaian erat sekali dengan pendekatan pada waktu proses pembelajaran sehingga dalam prakteknya penilaian akan selalu terkait disamping hasil dari pembelajaran juga prosesnya.adapun teknik penilaian biasanya tergantung pada kompetensi yang akan diukur

V. DAFTAR PUSTAKA
Sutarjo Adisusilo, JR, Pengembangan Penilaian Proses Hasil Belajar, (makalah dalam bentuk pdf),
M. Ainin dkk, Evaluasi dalam Pembelajaran Bahasa Arab, (Malang, Misykat:2006),
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran :Mengembangkan Standar Kompetensi Guru (Bandung, PT Remaja Rosda Karya: 2009),
http//www.slideshare.net/na suprawoto/evaluasi –pendidikan(Mujiyanto P)

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Kajian Ilmu Nahwu tentang Huruf-huruf Jarr

A. PENDAHULUAN
Dalam tata bahasa Arab, kata (kalimat dalam bahasa arab) sebagai satuan terkecil bahasa, sebagaimana dalam bahasa yang lain dapat dikelompokkan menjadi tiga macam; pertama isim, fi’il dan huruf. Yang kemudian dapat lebih memudahkan untuk dipelajari.
Namun, penulis dalam hal ini hanya akan sedikit membahas bagian yang terakhir yaitu hal-hal yang berkaitan dengan huruf khususnya huruf jar, pengertian, pembagian dan fungsinya serta makna-maknanya.

B. PEMBAHASAN
a. Pengertian
Huruf menurut istilah Nahwu adalah jenis kata yang berfungsi sebagai kata bantu, yaitu kata yang mengandung makna yang tidak berdiri sendiri. Maknanya hanya bisa diketahui dengan bersandingan dengan kata lain, baik Isim atau Fi’il. Tanda Huruf adalah tidak menerima tanda-tanda Isim atau tanda-tanda Fi’il, atau dengan ungkapan lain, Huruf adalah tanpa tanda pengenal. Kata yang termasuk dalam jenis Huruf ini terbagi bermacam-macam sesuai dengan fungsinya yang mempengaruhi status kata yang dimasukinya, sesuai dengan fungsi maknanya, dan terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Huruf yang dapat masuk ke Isim maupun Fiíl, dan huruf tersebut tidak mempunyai kedudukan apa apa dalam I’rab. Contoh, kata Hal هَلْ.
2. Huruf yang dikhususkan pada isim, dan huruf tersebut mempunyai fungsi serta kedudukannya dalam I’rab. Contoh, huruf Inna إنّ dan Fi في,.
3. Huruf yang dikhususkan tehadap Fiíl dimana huruf-huruf tersebut mempunyai kedudukan dan fungsi dalam I’rab. Contoh, huruf Nashab dan Jazam.
Sedangkan pengertian Huruf Jarr sendiri adalah huruf yang me-ngejerkan Isim yang jatuh sesudahnya dan menyempurnakan makna Fi’il sebelumnya . Huruf ini juga bisa disebut sebagai Huruf Khafadh.

b. Pembagian Huruf Jarr
Huruf-huruf Jarr jumlahnya ada 20. Dilihat dari majrurnya, Huruf ini terbagi menjadi dua; pertama Huruf Jarr yang me-ngejerkan pada Isim Dhohir, yaitu ada sepuluh: مذ, منذ, حتى, الكاف, واو, ربّ, تاء, كي, متى, لعلّ, kedua yang me-ngejerkan pada Isim Dhohir dan Isim Dlomir, yaitu sepuluh selain diatas: من, إلى, خلا, حاشا, عدا, في, عن, على, اللام, الباء.
Sedangkan Huruf Jarr dilihat dari lafadhnya itu dibagi menjadi tiga kelompok; pertama Huruf Jarr Musytarak, bisa menjadi Huruf ataupun Isim antara lain: الكاف, عن, على, مذ, منذ. Kedua Musytarak antara menjadi Huruf atau Fi’il: خلا, عدا, حاشا. Ketiga hanya menjadi Huruf selain delapan yang disebut diatas.

c. Makna-makna Huruf jar
i. الباء
الإلصاق (bertemu secara langsung), baik secara hakikat atau majaz, الاستعانة (sebagai alat), lafadh setelah ba’ sebagai sebab hasilnya makna, السببيّة (menjadi sebab), lafadh setelah ba’ menjadi sebab lafadh sebelumnya, التعديّة (menjadi muta’addi), القسم (sebagai sumpah), adalah huruf asalnya, العوض (sebagai ganti sesuatu), البدل (sebagai pilihan dua perkara), الظرفيّة, المصاحبة (beserta), معنى “من” التبعيضيّة (sebagian), معنى “عن” (memulai asalnya tempat/waktu), الاستعلاء (menjadi luhur), التأكيد (menguatkan).
ii. من
Menurut sebagian besar ulama’ Bashrah, Min tidak ditambahkan kecuali dengan dua syarat, yaitu; pertama hendaknya lafadz yang dijerkan berupa Isim Nakirah, kedua hendaknya didahului oleh Nafi atau yang serupa Nafi (Nahi)
الابتداء (memulai tujuan dari tempat/waktu), التبعيض (sebagian), البيان (menjelaskan jenis), التأكيد (menguatkan), dianggap sebagai tambahan, البدل (sebagai pilihan dua perkara), الظرفيّة, السببيّة والتعليل (menjadi sebab), معنى”عن” .

iii. إلى
لانتهاء الغاية (penghabisan), المصاحبة (bersama), معنى “عند” (المبيّنة).

iv. حتى
للانتهاء (penghabisan), perbedaan antara Ilaa ialah dapat mengejerkan di antara lafadz yang menunjukkan makna akhir tujuan. Sedangkan Hatta tidak dapat mengejerkan kecuali lafadz yang menunjukkan makna akhir tujuan.

v. عن
المجاوزة والبعد (melewati dan jauh), معنى “بعد” (setelah), معنى “على”, التعليل, معنى “من”, معنى البدل.

vi. على
الاستعلاء (menjadi luhur), معنى “في”, معنى “عن”, معنى “اللام”, معنى “مع”. معنى “من”, معنى “الباء”, الاستدراك (perbaikan).

vii. في
الظرفيّة, السببيّة, معنى “مع”, الاستعلاء, المقايسة (mengiyaskan), معنى “الباء” , معنى “إلى”.

viii. الكاف
التشبيه (menyamakan), التعليل, معنى “على”, التوكيد

ix. اللام
الملك (kepemilikan), الاختصاص (mengkhususkan), شبه الملك, التبيين (membedakan), التعليل والسببيّة, التوكيد, التقوية (menguatkan), انتهاءالغاية, الاستغاثة (minta bantuan), التعجب (kagum), الصيرورة (menjadikan), الاستعلاء, الوقت,معنى “مع”, معنى “في”

x. الواو والتاء
القسم

xi. مذ ومنذ
Kedua huruf ini hanya mengejerkan Isim Zaman. Apabila waktunya menunjukkan makna sekarang berarti menggunakan makna Fi’il, tetapi jika menunjukkan waktu Madhi maka menggunakan makna Min
لابتداءالغاية, معنى “في” الظرفيّة, استغراق المدة وبمعنى “من وإلى” معا.

xii. ربّ
Lafadh ini hanya mengejerkan Isim Nakirah.
التقليل والتكثير

xiii. خلا, عدا, حاشا
الاستثناء

xiv. كي
Lafadz ini memiliki dua syarat; apabila memasuki Maa Istifhamiyah dan adanya Fi’il Mudhari’ yang dinashabkan oleh ‘An yang berada setelah Kay yang keduanya menjadi Mashdar.
التعليل

xv. متى
معنى “من” عند هذيل

xvi. لعلّ
عند عقيل
شبيه بالزائد

Daftar Pustaka
al-Ghulayaini,Mushtofa, Jami’ ad-Durus al-‘Arabiyyah, Beirut, Maktabah al’Ashriyah: 2005
Muhammad, Jamaluddin, Syarh Ibnu ‘Aqil, Semarang, Pustaka al-‘Alawiyah

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Bahasa Arab Dasar 16: Pembagian Isim Ditinjau Dari Sisi Bangunan Akhirnya

تَقْسِيْمُ الاِسْمِ بِالنَّظَرِ إِلَى بُنْيَتِهِ
(Pembagian Isim Ditinjau dari Sisi Bangunan Akhirnya)

A. Isim Ghoiru Shohih Akhir
1. Isim Maqshur
Isim Maqsur adalah isim yang diakhiri dengan huruf alif lazimah.
Alif lazimah adalah huruf alif yang senantiasa melekat di akhir dari suatu kata. Alif lazimah terkadang tertulis dengan huruf ya’, akan tetapi dalam pengucapannya tetap dibaca sebagai huruf alif.
Contoh:
اَلْهُدَى (Petunjuk)
اَلْفَتَى (Remaja)
اَلْعَصَا (Tongkat)
2. Isim Manqush
Isim Manqush adalah isim yang diakhiri dengan huruf ya’ lazimah dan huruf sebelumnya berharokat kasroh.
Contoh:
اَلْهَادِي (Pemberi petunjuk)
اَلْقَاضِي (Hakim)
اَلدَّاعِي (Penyeru)
3. Isim Mamdud
Isim Mamdud adalah isim yang diakhiri dengan huruf hamzah dan sebelumnya berupa alif za’idah (tambahan).
Contoh:
صَحْرَاءُ (Padang pasir)
سَمَاءٌ (Langit)
اِبْتِدَاءٌ (Permulaan)
B. Isim Shohih Akhir
Semua isim yang tidak masuk dalam kategori Isim Maqshur, Manqush ataupun Mamdud.
Contoh:
خَيْلٌ (Kuda)
حِمَارٌ (Keledai)
ثَوُبٌ (Baju)
Catatan:
1. Jika isim mamdud berupa isim jamak, maka ia tidak boleh ditanwin.
2. Jika isim mamdud merupakan isim muannats, maka ia tidak boleh ditanwin.
3. Semua isim yang diakhiri dengan huruf-huruf shohih (kecuali hamzah) maka dia adalah isim shohih akhir.

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar

Analisis Tentang Bahasa Anak Pondok

            Dalam berinteraksi, bahasa merupakan salah satu  aspek yang penting yang dibutuhkan dalam berkomunikasi. Komunikasi tidak akan lancar bilamana terjadi kesalah pahaman antara pemberi berita dan penerima berita. Semua ini terletak pada bahasa. Apabila bahasa yang digunakan itu memberi pemahaman dalam artian antara pemberi dan penerima berita menggunakan bahasa yang sama maka proses komunikasi akan efektif. Namun, apabila yang terjadi sebaliknya maka, akan terjadi misscomunication.

Santri yang menempati suatu pondok pesantren, berasal dari berbagai macam daerah, dengan berbagai macam logat dan dialeknya masing-masing. Apabila seorang santri pertama kali mondok, tentunya dalam berkomunikasi masih menggunakan bahasa serta dialek daerahnya masing-masing. Sering kali, santri baru tersebut kesulitan dalam beradaptasi tentang bahasa yang tidak seperti bahasa yang  biasa digunakan.

Tanpa disadari terjadi suatu peleburan bahasa di pondok.  Yang mana bahasa awal yang biasa ia gunakan di daerahnya akan berubah –menyesuaikan- dengan bahasa tempat pondok pesantren tersebut berada. Apa yang terjadi di pondok pesantren, tanpa disadari telah terjadi suatu asimilasi bahasa. Ini bisa dilihat dari penggunaan bahasa para santri sehari-hari. Kadang kala ada santri yang menggunakan bahasa asli dari daerahnya, namun yang terjadi bukannya bahasa ini hilang, tapi menjadi kata popular atau menjadi julukan bagi pengguna awal bahasa tersebut.

 

Dipublikasi di Uncategorized | Meninggalkan komentar